1.
Asalnya adalah aqidah paganis (penyembahan berhala) kaum Romawi, untuk
mengungkapkan rasa cinta kepada berhala yang mereka ibadahi selain Allah
Subahanahu wa Ta’ala. Barangsiapa yang merayakannya, berarti dia
merayakan momen pengagungan dan penyembahan berhala. Padahal Allah
Subahanahu wa Ta’ala telah mengingatkan kita dari perbuatan syirik:
“Dan sesungguhnya
telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: ‘Jika
kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah
kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah
saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang
bersyukur’.” (Az-Zumar: 65-66)
Allah Subahanahu wa Ta’ala juga menyatakan melalui lisan ‘Isa ‘alaihissalam:
“Sesungguhnya orang
yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.” (Al-Ma’idah: 72)
Dan seorang muslim wajib berhati-hati dari syirik dan segala yang akan mengantarkan kepada syirik.
2. Awal mula perayaan
ini di kalangan bangsa Romawi paganis terkait dengan kisah dan khurafat
yang tidak bisa diterima akal sehat, apalagi akal seorang muslim yang
beriman kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala dan para rasul-Nya.
Pada satu versi,
disebutkan bahwa seekor serigala betina menyusui Romulus pendiri kota
Roma, sehingga memberinya kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran. Ini
menyelisihi aqidah seorang muslim, bahwa yang memberikan kekuatan fisik
dan kecerdasan pikiran hanyalah Allah Subahanahu wa Ta’ala, Dzat Maha
Pencipta, bukan air susu serigala. Dalam versi lain, pada perayaan itu
kaum Romawi paganis mempersembahkan qurban untuk berhala sesembahan
mereka, dengan keyakinan bahwa berhala-berhala itu mampu mencegah
terjadinya keburukan dari mereka dan mampu melindungi binatang gembalaan
mereka dari serigala. Padahal, akal yang sehat mengetahui bahwa berhala
tidaklah dapat menimpakan kemudaratan, tidak pula bisa memberikan suatu
kemanfaatan.
Bagaimana mungkin
seorang berakal mau ikut merayakan perayaan seperti ini? Terlebih lagi
seorang muslim yang Allah Subahanahu wa Ta’ala telah menganugerahkan
agama yang sempurna dan aqidah yang lurus ini kepadanya.
3. Di antara syi’ar
jelek perayaan ini adalah menyembelih anjing dan domba betina, lalu
darahnya dilumurkan kepada dua orang pemuda, kemudian darah itu dicuci
dengan susu, dst. Orang yang berfitrah lurus tentu akan menjauh dari hal
yang seperti ini. Akal yang sehat pun tidak bisa menerimanya.
4. Keterkaitan St.
Valentine dengan perayaan ini diperselisihkan, juga dalam hal sebab dan
kisahnya. Bahkan, sebagian literatur meragukannya dan menganggapnya
sebagai sesuatu yang tidak pernah terjadi. Sehingga pantas bagi kaum
Nasrani untuk tidak mengakui perayaan paganis ini yang mereka tiru dari
bangsa Romawi paganis. Terlebih lagi keterkaitan perayaan ini dengan
salah satu santo (orang-orang suci dalam khazanah Nasrani, ed.) mereka,
masih diragukan. Bila merayakannya teranggap sebagai aib bagi kaum
Nasrani, yang telah mengganti-ganti agama mereka dan mengubah kitab
mereka, tentu lebih tercela bila seorang muslim yang ikut merayakannya.
Dan bila benar bahwa perayaan ini terkait dengan terbunuhnya St.
Valentine karena mempertahankan agama Nasrani, maka apa hubungan kaum
muslimin dengan St. Valentine?
5. Para pemuka Nasrani
telah menentang perayaan ini karena timbulnya kerusakan akhlak pemuda
dan pemudi akibat perayaan ini, maka dilaranglah perayaan ini di Italia,
pusat Katholik. Lalu perayaan ini muncul kembali dan tersebar di Eropa.
Dari sanalah menular ke negeri kaum muslimin. Bila pemuka Nasrani –pada
masa mereka– mengingkari perayaan ini, maka wajib bagi para ulama kaum
muslimin untuk menerangkan hakikatnya dan hukum merayakannya.
Sebagaimana wajib bagi kaum muslimin yang awam untuk mengingkari dan
tidak menerimanya, sekaligus mengingkari orang yang ikut merayakannya
atau menularkannya kepada kaum muslimin.
Beberapa Sisi Hukum Valentine
Tasyabbuh dengan Orang-orang Kafir
Hari raya –seperti,
Valentine Days- merupakan ciri khas, dan manhaj (metode) orang-orang
kafir yang harus dijauhi. Seorang muslim tidak boleh menyerupai mereka
dalam merayakan hari itu.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah Ad-Dimasyqiy-rahimahullah- berkata, "Tak ada bedanya antara
mengikuti mereka dalam hari raya, dan mengikuti mereka dalam seluruh
manhaj (metode beragama), karena mencocoki mereka dalam seluruh hari
raya berarti mencocoki mereka dalam kekufuran. Mencocoki mereka dalam
sebagaian hari raya berarti mencocoki mereka dalam sebagian
cabang-cabang kekufuran. Bahkan hari raya adalah ciri khas yang paling
khusus di antara syari’at-syari’at (agama-agama), dan syi’ar yang paling
nampak baginya. Maka mencocoki mereka dalam hari raya berarti mencocoki
mereka dalam syari’at kekufuran yang paling khusus, dan syi’ar yang
paling nampak. Tak ragu lagi bahwa mencocoki mereka dalam hal ini
terkadang berakhir kepada kekufuran secara global".[Lihat Al-Iqtidho'
(hal.186)].
Ikut merayakan
Valentine Days termasuk bentuk tasyabbuh (penyerupaan) dengan
orang-orang kafir. Rasululllah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kaum tersebut".
[HR. Abu Daud dalam
Sunan-nya (4031) dan Ahmad dalam Al-Musnad (5114, 5115, & 5667),
Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (19401 & 33016), Al-Baihaqiy
dalam Syu'ab Al-Iman (1199), Ath-Thobroniy dalam Musnad Asy-Syamiyyin
(216), Al-Qudho'iy dalam Musnad Asy-Syihab (390), dan Abd bin Humaid
dalam Al-Muntakhob (848). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam
Takhrij Musykilah Al-Faqr (24)].
Seorang Ulama
Mesir,Syaikh Ali Mahfuzh-rahimahullah- berkata dalam mengunkapkan
kesedihan dan pengingkarannya terhadap keadaan kaum muslimin di
zamannya, "Diantara perkara yang menimpa kaum muslimin (baik orang awam,
maupun orang khusus) adalah menyertai (menyamai) Ahlul Kitab dari
kalangan orang-orang Yahudi, dan Nashrani dalam kebanyakan
perayaan-perayaan mereka, seperti halnya menganggap baik kebanyakan dari
kebiasaan-kebiasaan mereka. Sungguh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- dahulu membenci untuk menyanai Ahlul Kitab dalam segala urusan
mereka…Perhatikan sikap Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
seperti ini dibandingkan sesuatu yang terjadi pada manusia di hari ini
berupa adanya perhatian mereka terhadap perayaan-perayaan, dan adat
kebiasaan orang kafir. Kalian akan melihat mereka rela meninggalkan
pekerjaan mereka berupa industri, niaga, dan sibuk dengan ilmu di
musim-musim perayaan itu, dan menjadikannya hari bahagia, dan hari
libur; mereka bermurah hati kepada keluarganya, memakai pakaian yang
terindah, dan menyemir rambut anaka-anak mereka di hari itu dengan warna
putih sebagaimana yang dilakukan oleh Ahlul Kitab dari kalangan Yahudi,
dan Nashrani. Perbuatan ini dan yang semisalnya merupakan bukti
kebenaran sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam sebuah hadits
shohih, "Kalian akan benar-benar mengikuti jalan hidup orang-orang
sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sehingga
andai mereka memasuki lubang biawak, maka kalian pun mengikuti mereka".
Kami (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah mereka adalah
orang-orang Yahudi, dan Nashrani". Beliau menjawab, "Siapa lagi kalau
bukan mereka". [HR. Al-Bukhoriy (3456) dari Abu Sa'id Al-Khudriy
-radhiyallahu 'anhu-]".[Lihat Al-Ibda' fi Madhorril Ibtida' (hal.
254-255)]
Pengantar Menuju Maksiat dan Zina
Acara Valentine Days
mengantarkan seseorang kepada bentuk maksiat dan yang paling besarnya
adalah bentuk perzinaan. Bukankah momen seperti ini (ValentineDays)
digunakan untuk meluapkan perasaan cinta kepada sang kekasih, baik
dengan cara memberikan hadiah, menghabiskan waktu hanya berdua saja?
Bahkan terkadang sampai kepada jenjang perzinaan.
Allah -Subhanahu wa
Ta’la- berfirman dalam melarang zina dan pengantarnya (seperti, pacaran,
berduaan, berpegangan, berpandangan, dan lainnya),
"Dan janganlah kamu
mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.
dan suatu jalan yang buruk". (QS. Al-Isra’ : 32)
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
"Jangan sekali-sekali
salah seorang kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali bersama mahram".
[HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4935), dan Muslim dalam Shohih-nya
(1241)] .
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
"Demi Allah, sungguh
jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi,
maka itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal
baginya". [HR. Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (486). Di-shahih-kan oleh
syaikh Al-Albany dalam Ash-Shahihah (226)]
Menciptakan Hari Raya
Merayakan Velentine
Days berarti menjadikan hari itu sebagai hari raya. Padahal seseorang
dalam menetapkan suatu hari sebagai hari raya, ia membutuhkan dalil dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena menetapkan hari raya yang tidak ada
dalilnya merupakan perkara baru yang tercela. Rasulullah -Shollallahu
‘alaihi wasallam- bersabda,
“Siapa saja yang
mengada-adakan dalam urusan (agama) kami sesuatu yang tidak ada di
dalamnya, maka itu tertolak” [HR. Al-Bukhariy dalam Shahih -nya
(2697)dan Muslim dalam Shahih -nya (1718)]
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Barangsiapa yang
mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka
amalan tersebut tertolak”. [HR. Muslim dalam Shahih -nya (1718)]
Allah -Ta’ala- telah
menyempurnakan agama Islam. Segala perkara telah diatur, dan
disyari’atkan oleh Allah. Jadi, tak sesuatu yang yang baik, kecuali
telah dijelaskan oleh Islam dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Demikian pula,
tak ada sesuatu yang buruk, kecuali telah diterangkan dalam Islam.
Inilah kesempurnaan Islam yang dinyatakan dalam firman-Nya,
"Pada hari Ini Telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu".
(QS.Al-Maidah :3 ).
Di dalam agama kita
yang sempurna ini, hanya tercatat dua hari raya, yaitu: Idul Fitri dan
Idul Adha. Karenanya, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengingkari
dua hari raya yang pernah dilakukan oleh orang-orang Madinah. Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda kepada para sahabat Anshor,
“Saya datang kepada
kalian, sedang kalian memiliki dua hari, kalian bermain di dalamnya pada
masa jahiliyyah. Allah sungguh telah menggantikannya dengan hari yang
lebih baik darinya, yaitu: hari Nahr (baca: iedul Adh-ha), dan hari
fithr (baca: iedul fatri)”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (1134),
An-Nasa`iy dalam Sunan-nya (3/179), Ahmad dalam Al-Musnad (3/103. Lihat
Shahih Sunan Abi Dawud (1134)] .
Syaikh Amer bin Abdul
Mun’im Salim-hafizhahullah- berkata saat mengomentari hadits ini, "Jadi,
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- melarang mereka -dalam bentuk
pengharaman- dari perayaan-perayaan jahiliyyah yang dikenal di sisi
mereka sebelum datangnya Islam, dan beliau menetapkan bagi mereka dua
hari raya yang syar’i, yaitu hari raya Idul Fithri, dan hari raya Idul
Adh-ha. Beliau juga menjelaskan kepada mereka keutamaan dua hari raya
ini dibandingkan peryaan-perayaan lain yang terdahulu ".[Lihat As-Sunan
wa Al-Mubtada'at fi Al-Ibadat (hal.136), cet. Maktabah Ibad Ar-Rahman,
1425 H]
Mengantarkan Kepada Tersibukkannya Hati
Dalam urusan-urusan
rendah seperti ini, yang menyelisihi bimbingan salafus shalih. Maka
tidak dihalalkan pada hari ini muncul sesuatu yang itu merupakan bentuk
syi’ar terhadap perayaan tersebut, apakah dalam hal makanan, minuman,
pakaian, atau saling memberi hadiah, atau yang lainnya.
Wajib bagi seorang
muslim merasa mulia dengan agamanya dan jangan dia menjadi seorang yang
tidak punya pegangan, mengikuti setiap ada orang yang berteriak
(mengajak kepada sesuatu). Aku memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
agar memberi perlindungan kepada Kaum Muslimin dari segala fitnah yang
zhahir maupun yang batin dan semoga Dia senantiasa menolong kita dengan
pertolongan dan taufiqNya. [ dari Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah :16/199 ]
Semoga dengan mengetahui
Hukum Perayaan Valentine Menurut Islam
seorang muslim mencukupkan diri dengan agamanya
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar